MODEL
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
Drs.
Slamet Trihartanto, Widyaiswara LPMP Jawa Tengah
Pendahuluan
Paradigma pendidikan lama mengenai
pembelajaran (proses belajar-mengajar) bersumber dari teori tabula rasa John Locke. Ia mengatakan
bahwa pikiran seorang anak adalah seperti kertas kosong putih bersih yang siap
menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain, otak seorang anak adalah
ibarat botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan
kebijaksanaan sang maha guru. Berdasarkan anggapan ini dan asumsi yang
sejenisnya, banyak guru melaksanakan kegiatan belajar-mengajar sebagai berikut:
- Memindahkan
pengetahuan dari guru ke siswa. Tugas seorang guru adalah
memberi. Dan tugas seorang siswa adalah menerima. Guru memberikan
informasi dan mengharapkan siswa menghafal dan mengingatnya.
- Mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Siswa adalah penerima pengetahuan yang pasif. Guru memiliki pengetahuan yang
nantinya akan dihafal oleh siswa.
- Mengkotak-kotakkan siswa. Guru mengelompokkan siswa
berdasarkan nilai dan memasukkan siswa dalam kategori, siapa yang berhak
naik kelas, siapa yang tidak, siapa yang bisa lulus dan siapa yang tidak.
Kemampuan dinilai dengan ranking dan siswa pun direduksi menjadi
angka-angka.
- Memacu siswa dalam kompetisi
bagaikan ayam aduan. Siswa
bekerja keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat, dia
yang menang. Orang tua pun saling bersaing menyombongkan anaknya
masing-masing dan menonjolkan prestasi anaknya bagaikan memamerkan
binatang aduan.
Tuntutan dalam dunia pendidikan
sudah banyak berubah. Kita tidak lagi bisa mempertahankan paradigma lama
tersebut. Sudah saatnya guru harus mengubah cara pandangnya dalam melaksanakan
kegiatan belajar-mengajar. Orientasi pengajaran berubah ke pembelajaran, dari teaching ke learning. Guru perlu melakukan model pembelajaran dengan memperhatikan
beberapa pokok pikiran sebagai berikut.
- Pengetahuan ditemukan,
dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa. Guru menciptakan kondisi dan situasi yang
memungkinkan siswa untuk membentuk makna dari bahan-bahan pelajaran
melalui suatu proses belajar-mengajar dan menyimpannya dalam ingatan yang
sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut.
- Siswa membangun pengetahuan
secara aktif.
Belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa, bukan sesuatu
yang dilakukan terhadap siswa. Siswa tidak menerima pengetahuan dari guru
atau kurikulum secara pasif. Siswa perlu diberi kesempatan untuk
mengembangkan struktur kognitif mereka dan membangun struktur-struktur
baru untuk mengakomodasi masukan-masukan pengetahuan yang baru. Jadi,
penyusunan pengetahuan yang terus-menerus menempatkan siswa sebagai
peserta yang aktif.
- Guru perlu berusaha
mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa. Kegiatan belajar-mengajar
harus lebih menekankan pada proses daripada hasil. Setiap orang pasti
memiliki potensi. Paradigma lama mengklasifikasikan siswa dalam kategori
prestasi belajar seperti penilaian dalam ranking dan hasil-hasil tes.
Paradigma lama ini menganggap kemampuan sebagai sesuatu yang sudah mapan
dan tidak dipengaruhi oleh usaha dan pendidikan. Paradigma
baru mengembangkan kompetensi dan potensi siswa berdasarkan asumsi bahwa
usaha dan pendidikan bisa meningkatkan kemampuan mereka. Tujuan pendidikan
adalah meningkatkan kemampuan siswa sampai setinggi yang dia bisa.
- Pendidikan
adalah interaksi pribadi di antara para siswa dan interaksi antara guru
dan siswa. Kegiatan pendidikan adalah suatu proses sosial yang
tidak dapat terjadi tanpa interaksi antarpribadi. Belajar adalah suatu
proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika
masing-masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian
dan pengetahuan bersama.
Walaupun sudah disadari bahwa siswa
mendapatkan banyak keuntungan dari diskusi yang mengaktifkan mereka, tidak
banyak guru yang melakukannya. Strategi yang paling sering digunakan untuk
mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi seluruh kelas. Tetapi
strategi ini tidak terlalu efektif, walaupun guru sudah berusaha dan mendorong
siswa untuk berpartisipasi. Kebanyakan siswa terpaku hanya menjadi penonton
sementara arena kelas dikuasai oleh hanya segelintir orang.
Suasana kelas perlu direncanakan dan
dibangun sedemikian rupa, sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk
berinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini, siswa akan membentuk
komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar. Guru perlu
menciptakan suasana belajar yang memungkinkan siswa bekerja sama secara gotong
royong.
Tujuan
Pembelajaran
Penyajian mata tatar “model
pembelajaran” ini dimaksudkan untuk
mengajak guru menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar
lebih aktif, kreatif, menyenangkan, dan bermakna dalam kegiatan
belajar-mengajar Bahasa Indonesia di kelas. Sekaligus pula membekali guru dalam
pemakaian model pembelajaran kooperatif
dan kreatif.
Model
Pembelajaran Berbasis Cooperative
Learning
1.
Mencari Pasangan
Model pembelajaran “mencari pasangan”
dimaksudkan agar siswa mencari pasangan sambil belajar mengenal suatu konsep
atau topik yang menyenangkan. Misalnya, pengarang dan karyanya; istilah dan
pengertiannya; majas dan contohnya; dan sebagainya.
Bagaimana
caranya?
- Guru
menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang
mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian).
- Setiap
siswa mendapat satu buah kartu.
- Setiap
siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
Misalnya, pemegang kartu yang bertuliskan DIPONEGORO akan berpasangan dengan pemegang kartu CHAIRIL ANWAR. Atau
pemegang kartu yang berisi nama HB JASIN akan berpasangan dengan pemegang kartu KRITIKUS SASTRA.
- Siswa
bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu
yang cocok. Misalnya, pemegang kartu RIMA akan membentuk kelompok dengan
pemegang kartu DIKSI dan MAJAS, sebagai kelompok puisi.
2.
Bertukar Pasangan
Model pembelajaran “bertukar pasangan”
memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Hampir semua
topik atau kompetensi dasar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat
diajarkan dengan model ini.
Bagaimana
caranya?
- Setiap
siswa mendapatkan satu pasangan (guru bisa menunjuk pasangannya atau siswa
melakukan prosedur teknik “mencari pasangan” seperti yang dijelaskan di
depan).
- Guru
memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas dengan pasangannya.
- Setelah
selesai, setiap pasangan bergabung dengan satu pasangan yang lain.
- Kedua
pasangan pasangan tersebut bertukar pasangan. Masing-masing pasangan yang
baru ini kemudian saling menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka.
- Temuan
baru yang didapatkan dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada
pasangan semula.
3.
Berpikir-Berpasangan-Berempat
Model pembelajaran Berpikir-Berpasangan-Berempat
dikembangkan untuk menciptakan kegiatan pembelajaran gotong royong. Teknik ini
memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang
lain. Keunggulan lain dari model ini adalah optimalisasi partisipasi siswa.
Dengan model klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan
hasilnya untuk seluruh kelas, model Berpikir-Berpasangan-Berempat
ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa
untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain.
Bagaimana
caranya?
- Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan
memberikan tugas kepada semua kelompok.
- Setiap
siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.
- Siswa
berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan
pasangannya.
- Kedua
pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai
kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat.
- Perwakilan
kelompok berempat berbagi hasil pekerjaan dengan kelompok lainnya, dengan
cara menyajikannya di depan kelas.
4.
Berkirim Salam dan Soal
Model pembelajaran Berkirim Salam dan Soal memberi siswa
kesempatan untuk melatih pengetahuan dan keterampilan mereka. Siswa membuat
pertanyaan sendiri, sehingga akan merasa lebih terdorong untuk belajar dan
menjawab pertanyaan yang dibuat oleh teman-teman sekelasnya. Kegiatan Berkirim Salam dan Soal cocok untuk persiapan
menjelang tes dan ujian.
Bagaimana
caranya?
- Guru
membagi siswa dalam kelompok berempat dan setiap kelompok ditugaskan untuk
menuliskan beberapa pertanyaan yang akan dikirim ke kelompok yang lain.
Guru bisa mengawasi dan membantu memilih soal-soal yang cocok.
- Kemudian,
masing-masing kelompok mengirimkan satu orang utusan yang akan
menyampaikan salam dan soal dari kelompoknya (Salam kelompok bisa berupa
sorak kelompok, misalnya “Hebat ... hebat ... hebat ... sehebat Einsten!,
Kami datang untuk belajar bersama-sama ... ya ... ya ... ya!, Ole ... ole
... ole ... terimalah kami /datang bertamu /untuk belajar /kepada Anda,
Oke...oke...oke?!, Hai teman-teman /ayo...ayo... ayo/ kita belajar supaya
pintar!, dan sebagainya.
- Setiap
kelompok mengerjakan soal kiriman dari kelompok lain.
- Setelah
selesai, jawaban masing-masing kelompok dicocokkan dengan jawaban kelompok
yang membuat soal.
5.
Kepala Bernomor
Model pembelajaran Kepala Bernomor memberikan kesempatan
kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang
tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia anak didik.
Bagaimana
caranya?
- Siswa
dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
- Guru
memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
- Kelompok
memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap
anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
- Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan
nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.
6. Kepala Bernomor Terstruktur
Model
ini merupakan modifikasi dari Kepala
Bernomor. Model ini memudahkan pembagian tugas. Dengan cara ini, siswa
belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan
rekan-rekan kelompoknya.
Bagaimana
caranya?
- Siswa
dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
- Penugasan
diberikan kepada setiap siswa berdasarkan nomornya. Misalnya, siswa nomor
1 bertugas membaca soal dengan benar dan mengumpulkan data yang mungkin
berhubungan dengan penyelesaian soal. Siswa
nomor 2 bertugas mencari penyelesaian soal. Siswa nomor 3 mencatat dan
melaporkan hasil kerja kelompok.
- Jika perlu (untuk tugas-tugas yang lebih sulit),
guru juga bisa mengadakan kerja sama antarkelompok. Siswa bisa disuruh
keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa siswa yang bernomor
sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini, siswa-siswa dengan tugas
yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil kerja mereka.
7. Dua Tinggal Dua Tamu
Model
pembelajaran Dua Tinggal Dua Tamu
bisa digunakan bersama dengan Kepala
Bernomor. Struktur Dua Tinggal Dua
Tamu memberi kesempatan kepada kelompok lain untuk membagikan hasil dan
informasi dengan kelompok lain. Banyak kegiatan belajar-mengajar yang diwarnai
dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak
diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal dalam kenyataan hidup
di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling bergantung satu dengan yang
lainnya. Columbus tidak akan menemukan benua Amerika jika tidak tergerak oleh
penemuan Galileo Galilei yang menyatakan bahwa bumi itu bulat. Einsten pun mendasarkan
teori-teorinya pada teori Newton .
Bagaimana
caranya?
- Siswa
bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
- Setelah selesai, dua orang dari masing-masing
kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertemu ke dua
kelompok yang lain.
- Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas
membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
- Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka
sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
- Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja
mereka.
8. Jigsaw
Model
pembelajaran Jigsaw (gergaji)
dikembangkan sebagai metode Cooperative
Learning. Model pembelajran ini bisa digunakan dalam pembelajaran membaca,
menulis, mendengarkan, ataupun berbicara bahkan sastra juga.
Dalam
teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan
membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih
bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong
royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan
keterampilan berkomunikasi.
Bagaimana
caranya?
- Guru
membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi empat bagian.
- Sebelum bahan pelajaran diberikan, guru memberikan
pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk
hari itu. Guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa
yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan brainstorming atau curah pendapat ini dimaksudkan untuk
mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang
baru.
- Siswa dibagi dalam kelompok berempat.
- Bagian pertama bahan diberikan kepada siswa yang
pertama. Siswa yang kedua menerima bagian yang kedua. Demikian seterusnya.
- Kemudian, siswa disuruh membaca/mengerjakan bagian
mereka masing-masing.
- Setelah selesai, siswa saling berbagi mengenai
bagian yang dibaca/ dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini, siswa
bisa saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.
- Khusus untuk kegiatan membaca, kemudian guru
membagikan bagian cerita yang belum terbaca kepada masing-masing siswa. Siswa membaca bagian tersebut.
- Kegiatan
ini bisa diakhiri dengan diskusi dalam bahan pelajaran hari itu. Diskusi
bisa dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.
Model Pembelajaran
Kreatif (Creative Learning)
1. Mengarang Beranting.
Model ini sangat menarik untuk melatih keterampilan siswa
dalam menulis atau mengarang. Sangat tepat untuk menerapkan konsep learning sociaty (masyarakat belajar)
dalam pembelajaran CTL (Contextual
Teaching and Learning). Sejauh pengalaman penulis dalam menerapkan cara
ini, ternyata dengan model mengarang secara beranting siswa belajar dengan
senang. Ketika karangan itu selesai, lalu dibaca dan dibahas ditemukan beberapa
hal yang menarik dalam kaitannya dengan penulisan ejaan, kohesi dan koherensi,
logika, diksi, dan sebagainya.
Tahapan dalam menerapkan metode ini dapat ditempuh
sebagai berikut:
a. Bagilah kelas menjadi beberapa
kelompok (3-4 kelompok).
b.
Siswa pertama dalam setiap kelompok mulai menuliskan
kalimat pertama. Kemudian dilanjutkan oleh siswa berikutnya, dan seterusnya
sampai selesai. Kalimat pertama dapat dibuat oleh guru, yang masing-masing
kelompok dapat berbeda-beda.
c. Tentukan batas waktu dalam kegiatan
ini (misalnya 15 menit).
d. Setelah semua siswa menyumbangkan
kalimatnya dalam karangan bersama ini maka karangan ini harus dibahas segera di
kelas. Berikan perbaikan pada kalimat yang salah dan pujian terhadap kalimat
atau upaya siswa yang menarik.
e. Lanjutkan dengan penugasan kepada
siswa untuk mengarang secara individual dengan topik, panjang karangan, waktu
mengarang yang ditentukan guru.
2. Mengamati Gambar dan Bercerita atau Mengarang.
Guru menyiapkan gambar,
dapat berupa gambar tunggal atau gambar seri (misalnya 5-8 gambar yang
merupakan rangkaian cerita). Kegiatan pertama siswa diminta mengamati, mencari
sesuatu di dalam gambar, mengembangkan kosakata dari gambar itu, untuk kemudian
menyusunnya menjadi cerita atau karangan. Kegiatan mengamati dan bercerita atau
mengarang ini sebaiknya dilakukan secara kelompok agar terjadi diskusi antara
mereka. Guru dapat melihat bagaimana keterlibatan siswa dalam diskusi. Jika
batas waktu yang ditentukan telah selesai dan siswa sudah siap dengan karangan
atau ceritanya, maka saatnya melihat penampilan mereka di depan kelas.
Tujuan kegiatan belajar ini untuk
mengembangkan keterampilan berbicara atau menulis. Di samping itu diharapkan
siswa dapat mengembangkan imajinasinya, berani berpendapat, dan dapat
mengaitkan peristiwa pada gambar satu dengan gambar lainnya hingga menjadi satu
kesatuan.
3. Pengembangan
Fantasi Korelatif
Dalam pengembangan fantasi
korelatif, siswa diminta mencari pertautan hubungan antara suatu benda dengan
benda lain yang keberadaannya saling melengkapi.
Contoh:
Jika
kita berbicara tentang laut maka benda-benda yang harus dihadirkan di
dalam ruang angan siswa adalah ombak, buih, gelombang, angin, matahari
terbit dan tenggelam, pasir, kapal, perahu, jaring, kail, ikan, nyiur, batu
karang, pelabuhan, mercu suar, lelang ikan, burung camar, tamasya, dan
sebagainya.
Tujuan
pengembangan kreativitas korelatif adalah agar siswa terbiasa untuk melanjutkan
atau menambah semaksimal mungkin hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan
masalah pokok. Dengan demikian, kemampuan siswa terus berkembang dan mendorong
tumbuhnya sikap optimistis. Bila siswa terlatih dalam hal ini, kemampuannya
untuk menemukan unsur terkait dan korelatif dalam banyak hal akan semakin
terbina.
Setelah siswa diajak mendaftar kata
yang berkaitan dengan tema Laut
misalnya, selanjutnya mereka diajak menulis puisi, karangan, cerita, dan
sebagainya dengan memanfaatkan kosakata yang diperolehnya dari tema yang
ditentukan. Dengan demikian diharapkan mereka menguraikan tema karangan atau
cerita lisan yang sesuai atau berkaitan dengan tema yang ditentukan.
Sudah barang pasti kemampuan siswa
untuk melakukan kegiatan tersebut harus terus dilatihkan. Sang guru pun harus
mau sedikit sibuk memeriksa dan memberi penilaian terhadap hasil kerja siswa.
Berikut ini contoh latihan yang dapat dilakukan siswa untuk mengkorelasikan
suatu kata.
4.
Pengembangan Fantasi Komplementer.
Dalam pengembangan fantasi
komplementer, siswa diminta untuk menjodohkan atau menambahkan satu kata di
depan kata yang telah disediakan sehingga terbentuk satu pasangan kata yang
mengandung makna lain.
Contoh:
Dari kata mata, bila ditambahkan kata
di depan atau dibelakangnya akan menjadi rangkaian: mata angin; mata dewa; mata hati; mata rantai; mata-mata; mata sapi;
matahari; mata keranjang; mata kaki; sebelah mata; kacamata; dan air mata buaya.
Tujuan membangun fantasi
komplementer adalah agar kreativitas siswa berkembang. Dengan cara ini pula,
siswa dibiasakan untuk mencoba mengupayakan sekuat tenaga mencari pertalian
antara kata dengan kata lain, baik yang bermakna sebenarnya maupun berupa
ungkapan, pepatah, atau peribahasa.
Lebih daripada itu, dengan cara
seperti ini siswa akan terlatih untuk aktif mencari dan akhirnya menemukan sesuatu
yang diinginkan jika mau kerja keras sehingga siswa tidak cepat menyerah.
5.
Pengembangan Fantasi dengan Intonasi.
Pengembangan
fantasi dengan intonasi dapat dilakukan pada sebuah kata, kelompok kata,
kalimat, bahkan dialog. Model pembelajaran ini diadaptasi dari “Teknik Memberi
Isi” yang lazim dilakukan dalam bermain drama. Dengan cara ini, siswa
diharapkan memiliki kekayaan batin tentang berbagai perasaan, seperti sedih,
senang, puas, terkejut, menyesal, cemas, kecewa, lega, kagum, ragu-ragu, dan
sekian banyak lagi perasaan yang timbul guna menanggapi situasi tertentu.
Contoh:
Ucapkanlah kata-kata di
bawah ini dengan berbagai intonasi yang menunjukkan perasaan tertentu!
a. Gila.
b. Aduh.
c. Luar biasa.
d. Aku tahu.
e. Kamu pasti bisa.
Saat mengucapkan kata itu,
perbolehkan siswa secara improvisasi menambahkan kata atau kalimat lain.
Apabila dipadukan dengan ekspresi dan gerak tubuh yang sesuai, maka model
pembelajaran ini akan menarik dan menyenangkan bagi siswa. Teknik di atas perlu
dikembangkan dengan latihan mengucapkan kalimat yang relatif panjang serta
ditentukan nada yang diinginkan.
Penutup
Seperti
kata pakar pendidikan, John Dewey, sekolah merupakan miniatur masyarakat.
Banyak nilai yang didapatkan seorang siswa di dalam ruang kelas akan terbawa
terus dan tercermin dalam tindakan orang tersebut dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan asumsi ini, dapat disimpulkan seorang guru mempunyai peranan yang
sangat besar untuk ikut membina kepribadian anak didiknya. Sudah saatnya para
guru mengevaluasi cara mengajar mereka dan menyadari dampaknya. Sudah tidak
masanya lagi guru hanya mengandalkan satu metode, misalnya ceramah dengan
sedikit variasi tanya jawab, dan diskusi klasikal. Metode ceramah yang selama
ini banyak dipakai guru terbukti tidak efektif untuk mengembangkan kreativitas
siswa. Untuk itulah guru perlu melakukan terobosan baru dalam cara mengajar.
Guru harus berani mengadakan inovasi pembelajaran dengan menerapkan dan
mengembangkan model pembelajaran baru. Untuk itu guru dapat menerapkan model Cooperative Learning dan mengembangkan
model pembelajaran kreatif (Creative
Learning) di kelas.
Penerapan
Cooperative and Creative Learning di
kelas akan membawa dampak terbentuknya semangat kerjasama dan menghasilkan
manusia yang bersahabat dengan sesamanya serta kreatif dalam mengatasi masalah.
Selain itu, suasana positif yang timbul dari penerapan metode pembelajaran ini
dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencintai pelajaran, sekolah,
dan gurunya. Dalam pembelajaran yang menyenangkan itu, siswa semakin terdorong
untuk belajar dan betah di sekolah.
Selamat berkreasi dalam
pembelajaran bahasa Indonesia untuk mengembangkan kreativitas siswa serta
meningkatkan mutu pendidikan!
-0O0-
Daftar Pustaka
Kaswanti
Purwo, Bambang. Pokok-Pokok Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Perbukuan
Depdikbud, 1997.
Nursisto. Kiat
Menggali Kreativitas. Yogyakarta : Mitra
Gama Widya, 2000.
Semiawan,
Conny, et. al. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah:
Petunjuk bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta
: Gramedia, 1984.
Cooprrative
Learning, karya Anita Lie, grasindo.
101 model
pembelajaran aktif, terjemahan Mel Sybermen, gramedia.